Randi emang keparat. Dia mutusin aku minggu lalu. Boni memang kurang ajar, dia selingkuh dengan Dian sahabatku sebulan yang lalu. Ryan paling kurang ajar, ternyata dia cuman ngincar uang ku. Dan Seto, hanya menjadikan aku sebagai pelampiasan sakit hatinya setelah ditinggal sang pacar. Dan puluhan cowok brengsek lainnya yang pernah hadir dalam hari-hariku.
Tapi kenapa , aku tetap semangat untuk mencari cinta itu. Aku masih percaya kalu cinta sejati itu ada. Sampai kapan pun. Sampai akhir hidupku. Sampai kumati. Sampai akhir nanti.
***
Senja itu di bibir losari. Saat seorang kesatria bergitar sedang menyanyikan lagu Doraemon yang aku request. Dari sudut mata kulihat seorang cowok duduk sendiri. Termenung. Memandangi laut. Menanti perginya matahari. Sunset di losari.
Dan sudah seperti biasa, aku melangkah mendekati pria yang selalu membuat hatiku bertanya-tanya apa gerangan. Tak lupa sebelumnya kubayar selembar uang 5 ribuan untuk sang ksatria bergitar itu. Senyumnya mengembang, terbayang sebungkus nasi kuning untuk makannya malam ini.
Sang pria misterius tetap saja menatap laut saat kududuk disampingnya. Kupandangi wajahnya secara seksama. Raut kesedihan tergurat dari wajah itu. Sangat sedih
Dia tak terusik saat kupandangi wajahnya. Berbeda dengan cowok-cowk lain yang kikuk saat wajahnya dipandangi cewek se cakep aku. Tak kikuk kah dirinya??
Lalu kucoba membuyarkannya dari lamunan. Sesaat dia memandangku. Lama. Lalu beralih memandang laut itu. Separah itukah kesedihannya
Jujur, dia tak cakep-cakep amat. Kuberi dia nilai 7. Dari skala 1 hingga 10 untuk seorang cowok dimataku. Kulitnya agak hitam. Tidak sawo matang seperti lelaki kebanyakan. Seharusnya dia cuman kuberi nilai 6. Tetapi dia begitu misterius bagiku untuk saat ini. Kutambahkan 1 nilai untuknya. Paslah dia untuk nilai itu. 7 bagi si pria misterius.
Dongkol juga kalau jalannya begini terus. Tak ada komunikasi. Tetapi justru hal inilah yang membuat curiositasku akan cowok ini semakin menjadi. Kuputuskan untuk meninggalkannya. Tapi dengan sebuah kertas berisikan nomer hp ku untuknya. Sesaat sebelum aku beranjak pergi. Kubisikan sesuatu ketelinganya “Ini nomer hp ku. Hubungi aku jika kau merasa agak baikan”
***
Seminggu tak ada kabar darinya. Tak lagi kuharap ada kabar itu. Melihatnya hari itu, mungkin dia telah gantung diri karena despresi yang teramat sangat. Semoga saja tidak
Hingga sore itu, saat kubaru saja keluar dari kamar mandi. Hp ku berdering. Segera kuberlari ke kamar. Hampir saja handukku terlepas karenanya.
“Ini aku. Pria di losari. Kutunggu kehadiran mu malam ini di Taman segitiga seorang diri”
Hanya itu yang diucapkannya saat kuangkat telepon darinya. Tak ada kesempatan buatku untuk berbicara sedikitpun dengannya. Namun satu yang pasti, Ku ingin menemuinya.
***
Malam itu, di taman segitiga Makassar. Dua sosok manusia duduk berdua di slah satu sudut taman. Dikelilingi pepohonan. Tampa diterangi lampu taman. Dalam gelapnya malam.
Kami berbicara lama malam itu. Dia ternyata enak diajak ngomong. Namanya Milo. Kutahu itu bukan nama aslinya. Tapi setidaknya I know what should I call him.
Dia meminta maaf atas sore waktu itu. Dia memang depresi. Rasa sakit karena kehilangan seorang kekasihnya yang berangkat ke Jakarta. Baginya, long Distance Relationship bukanlah halangan dalam menjalin hubungan. Namun bagi pasangannya hal itu adalah masalah. Mereka pun putus.
Perbincangan berlanjut, tak tentu pangkal ujungnya. Laksana air yang terus mengalir. Ataupun angin yang terus saja bertiup. Hingga malam tak terasa makin larut.
Dia mengajak aku pulang saat malam dirasanya betul-betul larut. Sebelumnya dia mengajakku keliling kota Makassar. Mampir untuk mengisi perut di salah satu warung sari laut, serta menyaksikan puluhan wanita si kupu-kupu malam yang berdiri menanti lelaki penikmat seks.
Diantarnya aku hingga rumah. Lalu dia pun pergi dengan janji untuk bertemu lagi. Senang bukan kepalang. Dan saat kurebahkan diriku diatas ranjang, senyum ku mengembang. Bukan ku gila, namun kupikir, kujatuh cinta lagi.
Dan semuanya seakn menjadi indah setelah hari itu. Jalan kesana kemari bersamanya mewarnai hari-hari ku. Kutemukan lagi lelaki yang mampu membuat ku merasakn betapa indahnya dunia itu. Anehnya, tak ada kata cinta darinya.
Aku tersiksa. Batinku menjerit. Ingin kudengar ungkapan cinta darinya. Besar harapku dia mengatakan I Love You tepat ditelingaku dengan suara pelan dari mulutnya. Namun hingga waktu terus berjalan, moment indah itu tak datang. Mungkinkah ingatanya akan kekasihnya masih dirasakannya
Dan kuputuskan untuk mengatakannya duluan. Aku yang harus mengatakannya. Mungkin saja dia tipe pemalu yang menunggu respon terlebih dahulu dari seorang wanita ujarku dalam hati. Atau mungkin, dia memang tidak mencintaiku. Oh my God. Semoga hal itu tidak terjadi.
Dan malam ini, keputusan akan hubungan ini akan jelas. Cintakah dirinya atau tidak?? Siapakah aku dimatanya?? Sosok kekasihkah atau seorang teman biasa?? Atau berartikah aku untuknya?? Atau, atau dan ribuan atau lainnya???
Biarkan malam ini menjadi saksinya.
***
Kumenangis sejadi-jadinya. Malam yang menjadi saksi hanya terdiam. Tak dibantunya aku untuk diam sejenak untuk melupakan semua ini. Dibiarkannya ku terduduk mengisi kejadian ini. Sebut saja tragedy ini. Dia hanyalah malam yang hanya mampu menjadi saksi. Baik bahagia ataupun petaka.
Harapku pupus saat kuucapkan kata cinta buat Milo. Milo hanya terdiam terkejut mendengarnya. Dia beranjak pergi meninnggalkan aku. Pergi dan tak kembali lagi.
Sudah kuoba untuk tidak menangis saat itu. Aku sudah kebal dengan sakitnya cinta. Terpaksa kupulang sendiri malam itu, dalam hati kutertawakan kebodohanku mengucapkan cinta kepada Milo. Apakah aku wanita tak tahu malu??
Namun akhirnya cucuran air mata itu pecah juga. Milo tenyata telah menantiku di depan rumah. Lalu menjelaskan apa artinya aku baginya. Aku terdiam mendengarnya. Tak ad air mata sat itu.
Tak ada yang patut ditangisi. Tak ada yang patut disesali. Cinta tidak harus dipaksakan. Ataupun memaksakn cinta kepada orang lain bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Aku sangat sadar akan itu.
Namun kenapa kumenangis malam itu. Namun kenapa hatiku harus hancur saat itu. Hanya malam yang tahu penyebabnya.Karena dia yang menjadi saksi. Dan dia yang mengetahui kalau aku salah jatuh cinta lagi.
Dan saat kau mengerti arti bahasa malam. Maka malam akan mengatakan kepadamu kalu Milo bukanlah lelaki normal. Milo seorang gay. Seorang Homoseksual. Kekasih yng meninggalkannya pun seorang lelaki.
Maka wajar jika kumenangisi cintaku.
Makassar, Minggu 10 Agustus 2008. Saat kesibukan tak lagi menghampiriku.
Tapi kenapa , aku tetap semangat untuk mencari cinta itu. Aku masih percaya kalu cinta sejati itu ada. Sampai kapan pun. Sampai akhir hidupku. Sampai kumati. Sampai akhir nanti.
***
Senja itu di bibir losari. Saat seorang kesatria bergitar sedang menyanyikan lagu Doraemon yang aku request. Dari sudut mata kulihat seorang cowok duduk sendiri. Termenung. Memandangi laut. Menanti perginya matahari. Sunset di losari.
Dan sudah seperti biasa, aku melangkah mendekati pria yang selalu membuat hatiku bertanya-tanya apa gerangan. Tak lupa sebelumnya kubayar selembar uang 5 ribuan untuk sang ksatria bergitar itu. Senyumnya mengembang, terbayang sebungkus nasi kuning untuk makannya malam ini.
Sang pria misterius tetap saja menatap laut saat kududuk disampingnya. Kupandangi wajahnya secara seksama. Raut kesedihan tergurat dari wajah itu. Sangat sedih
Dia tak terusik saat kupandangi wajahnya. Berbeda dengan cowok-cowk lain yang kikuk saat wajahnya dipandangi cewek se cakep aku. Tak kikuk kah dirinya??
Lalu kucoba membuyarkannya dari lamunan. Sesaat dia memandangku. Lama. Lalu beralih memandang laut itu. Separah itukah kesedihannya
Jujur, dia tak cakep-cakep amat. Kuberi dia nilai 7. Dari skala 1 hingga 10 untuk seorang cowok dimataku. Kulitnya agak hitam. Tidak sawo matang seperti lelaki kebanyakan. Seharusnya dia cuman kuberi nilai 6. Tetapi dia begitu misterius bagiku untuk saat ini. Kutambahkan 1 nilai untuknya. Paslah dia untuk nilai itu. 7 bagi si pria misterius.
Dongkol juga kalau jalannya begini terus. Tak ada komunikasi. Tetapi justru hal inilah yang membuat curiositasku akan cowok ini semakin menjadi. Kuputuskan untuk meninggalkannya. Tapi dengan sebuah kertas berisikan nomer hp ku untuknya. Sesaat sebelum aku beranjak pergi. Kubisikan sesuatu ketelinganya “Ini nomer hp ku. Hubungi aku jika kau merasa agak baikan”
***
Seminggu tak ada kabar darinya. Tak lagi kuharap ada kabar itu. Melihatnya hari itu, mungkin dia telah gantung diri karena despresi yang teramat sangat. Semoga saja tidak
Hingga sore itu, saat kubaru saja keluar dari kamar mandi. Hp ku berdering. Segera kuberlari ke kamar. Hampir saja handukku terlepas karenanya.
“Ini aku. Pria di losari. Kutunggu kehadiran mu malam ini di Taman segitiga seorang diri”
Hanya itu yang diucapkannya saat kuangkat telepon darinya. Tak ada kesempatan buatku untuk berbicara sedikitpun dengannya. Namun satu yang pasti, Ku ingin menemuinya.
***
Malam itu, di taman segitiga Makassar. Dua sosok manusia duduk berdua di slah satu sudut taman. Dikelilingi pepohonan. Tampa diterangi lampu taman. Dalam gelapnya malam.
Kami berbicara lama malam itu. Dia ternyata enak diajak ngomong. Namanya Milo. Kutahu itu bukan nama aslinya. Tapi setidaknya I know what should I call him.
Dia meminta maaf atas sore waktu itu. Dia memang depresi. Rasa sakit karena kehilangan seorang kekasihnya yang berangkat ke Jakarta. Baginya, long Distance Relationship bukanlah halangan dalam menjalin hubungan. Namun bagi pasangannya hal itu adalah masalah. Mereka pun putus.
Perbincangan berlanjut, tak tentu pangkal ujungnya. Laksana air yang terus mengalir. Ataupun angin yang terus saja bertiup. Hingga malam tak terasa makin larut.
Dia mengajak aku pulang saat malam dirasanya betul-betul larut. Sebelumnya dia mengajakku keliling kota Makassar. Mampir untuk mengisi perut di salah satu warung sari laut, serta menyaksikan puluhan wanita si kupu-kupu malam yang berdiri menanti lelaki penikmat seks.
Diantarnya aku hingga rumah. Lalu dia pun pergi dengan janji untuk bertemu lagi. Senang bukan kepalang. Dan saat kurebahkan diriku diatas ranjang, senyum ku mengembang. Bukan ku gila, namun kupikir, kujatuh cinta lagi.
Dan semuanya seakn menjadi indah setelah hari itu. Jalan kesana kemari bersamanya mewarnai hari-hari ku. Kutemukan lagi lelaki yang mampu membuat ku merasakn betapa indahnya dunia itu. Anehnya, tak ada kata cinta darinya.
Aku tersiksa. Batinku menjerit. Ingin kudengar ungkapan cinta darinya. Besar harapku dia mengatakan I Love You tepat ditelingaku dengan suara pelan dari mulutnya. Namun hingga waktu terus berjalan, moment indah itu tak datang. Mungkinkah ingatanya akan kekasihnya masih dirasakannya
Dan kuputuskan untuk mengatakannya duluan. Aku yang harus mengatakannya. Mungkin saja dia tipe pemalu yang menunggu respon terlebih dahulu dari seorang wanita ujarku dalam hati. Atau mungkin, dia memang tidak mencintaiku. Oh my God. Semoga hal itu tidak terjadi.
Dan malam ini, keputusan akan hubungan ini akan jelas. Cintakah dirinya atau tidak?? Siapakah aku dimatanya?? Sosok kekasihkah atau seorang teman biasa?? Atau berartikah aku untuknya?? Atau, atau dan ribuan atau lainnya???
Biarkan malam ini menjadi saksinya.
***
Kumenangis sejadi-jadinya. Malam yang menjadi saksi hanya terdiam. Tak dibantunya aku untuk diam sejenak untuk melupakan semua ini. Dibiarkannya ku terduduk mengisi kejadian ini. Sebut saja tragedy ini. Dia hanyalah malam yang hanya mampu menjadi saksi. Baik bahagia ataupun petaka.
Harapku pupus saat kuucapkan kata cinta buat Milo. Milo hanya terdiam terkejut mendengarnya. Dia beranjak pergi meninnggalkan aku. Pergi dan tak kembali lagi.
Sudah kuoba untuk tidak menangis saat itu. Aku sudah kebal dengan sakitnya cinta. Terpaksa kupulang sendiri malam itu, dalam hati kutertawakan kebodohanku mengucapkan cinta kepada Milo. Apakah aku wanita tak tahu malu??
Namun akhirnya cucuran air mata itu pecah juga. Milo tenyata telah menantiku di depan rumah. Lalu menjelaskan apa artinya aku baginya. Aku terdiam mendengarnya. Tak ad air mata sat itu.
Tak ada yang patut ditangisi. Tak ada yang patut disesali. Cinta tidak harus dipaksakan. Ataupun memaksakn cinta kepada orang lain bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Aku sangat sadar akan itu.
Namun kenapa kumenangis malam itu. Namun kenapa hatiku harus hancur saat itu. Hanya malam yang tahu penyebabnya.Karena dia yang menjadi saksi. Dan dia yang mengetahui kalau aku salah jatuh cinta lagi.
Dan saat kau mengerti arti bahasa malam. Maka malam akan mengatakan kepadamu kalu Milo bukanlah lelaki normal. Milo seorang gay. Seorang Homoseksual. Kekasih yng meninggalkannya pun seorang lelaki.
Maka wajar jika kumenangisi cintaku.
Makassar, Minggu 10 Agustus 2008. Saat kesibukan tak lagi menghampiriku.