Senin, 10 November 2008

Sorry, My Love

Empat tahun berpacaran pasti bukanlah waktu yang cepat. Banyak hal yang pastinya telah dilalui dengan waktu selama itu. Having fun, jalan ke mall, bertengkar, hingga putus sambung menjadi bumbu hubunganku dengan Rhena. Tapi semuanya bisa kita lalui hingga saat ini. Every thing is going well.

Celakanya, semuanya seakan terenggut saat Rhena menanyakan tentang keseriusanku, serta kapan aku akan menikahinya. Langit seakan runtuh sejak saat itu. Hampir seminggu aku merenung di kamar, berusaha untuk menenangkan diri. Entah berapa kali Rhena mengajaku keluar, namun kutolak dengan alasan lagi gak enak badan.

Sumpah, tak pernah sedikitpun aku memikirkan kapan akan menikahi Rhena. Gadis yang selama ini bersama ku. Bagi ku, hubungan ini hanyalah sebuah hubungan yang seharusnya dijalani tampa harus memikirkan apa kita harus menikah atau tidak.

Tapi nyatanya aku salah. Aku lupa kalo aku berada di Indonesia. Aku lupa kalo Rhena bukanlah wanita Barat seperti yang selama ini aku saksikan di film-film. Rhena adalah wanita Indonesia yang merasa kalau hubungan pacaran haruslah berakhir di pelaminan. Apalagi ditambah dengan tuntutan keluarga yang mengharuskannya untuk segera menikah.

Setelah mengurung diri selama satu minggu lebih, kuputuskan untuk bertemu dengan Rhena. Aku tahu kalo hal ini akan sangat sulit baginya. Tapi dia harus tahu yang sebenarnya. Dia harus bisa menerima kenyataanya.

***

Aku sengaja memilih taman kota sebagai tempat kami bertemu. Apalagi kalo bukan alasannya kalo tempat ini sepi di malam hari. Setidaknya tidak ada yang akan melihat kalo seandainya nanti aku dan Rhena bertengkar hebat.

Malam itu Rhena sangat cantik. Tangan nya menggenggam tanganku erat. Sangat erat malah. Aku bahkan hampir membatalkan rencana awalku. Namun kukuatkan hatiku untuk mengatakannya.

“Rhen, ada hal yang seharusnya kamu tahu” Ucapku perlahan
“Kenapa say, bilang aja” Ujarnya manja.

Aku tertegun mendengarnya, kata sayang itu, masihkah akan terdengar setelah pertemuan saat ini?

“Aku tak bisa menikahimu Rhen, maksudnya aku tak mungkin menikahimu.”

Aku tak perlu mengulang kata-kata ku saat itu. Kulihat Rhena seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Rhen, sejak awal aku tak pernah sedikitpun memikirkan mengenai pernikahan. Aku hanya ingin menjalani hubungan ini, Namun bukan berarti kita harus menikah kan?????” Ucapku kemudian menambahkan.

Dan seperti wanita pada umumnya, Rhena menangis saat itu. Sangat sakit pastinya. Aku bisa merasakan nya. Dan tangannya tak lagi menggenggam tanganku.

Entah karena perih yang tak tertahankan, atau karena kebencian yang muncul dari dalam diri Rhena, tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Sangat keras malah, apalagi karena itu dari Rhena.

Rhena bergegas pergi setelah itu, dia masih saja terus menangis. Namun aku tidak berusaha menghentikannya. Aku sadar kalo Rhena sangat terpukul. Sama halnya dengan aku yang terpukul dengan tamparannya.

“Yeah, these all my faults. Sorry My Love”. Ujarku membatin.

Sehari setelah itu, sebuah box besar tepat berada di depan pintu kos ku saat ku terbangun. Entah siapa yang mengantarkannya. Isinya berupa segala pernak-pernik yang aku pernah berikan untuk Rhena. Bahkan surat pertama yang ku kirimkan untuknya pun turut dikembalikan.

Bersamaan dengan box itu, sepucuk surat yang hampir semua kalimatnya berisi umpatan kepada ku tak lupa juga dikirimkan Rhena. Aku jadi teringat kata-kata orang. Selisih antara Cinta dan Benci itu sangatlah tipis.

***

3 tahun sejak pertemuan terahir di taman malam itu, aku berdiri di tepi jalan di Vancouver dengan sweeter abu-abu yang aku beli dua minggu yang lalu. Meski tidak terlalu tebal, tapi setidaknya dapat mencegah dari rasa dingin yang sangat menggigit saat salju turun di kota ini.

Kini aku tinggal di Vancouver, Canada. Melanjutkan S2 ku di kota ini di sebuah universitas terkemuka. Bagaimana dengan Rhena? Berita terakhir yang aku dengar, di telah menikah dan memiliki sepasang anak kembar. Bahkan, kini sedang mengandung anak yang ketiganya.

Dalam hati, aku berdoa agar Rhena tetap bahagia selamanya. Kuharap diapun mendoakan hal yang sama buatku. Namun sepertinya hal itu mustahil terjadi. Rhena tak lagi mencintaiku. Dia membenciku.

0 komentar: