Jumat, 26 Desember 2008

Tuhan Untuk Juanito

Bukan keinginan Juanito terlahir di Negara dimana seorang ayah tidaklah harus menjadi suami yang sah bagi seorang istri. Bukan keinginan Juanito pula terlahir dengan ibu yang tidak memperdulikan makna agama ataupun kepercayaan akan keeksistensian Tuhan.

Tapi jika seandainya Tuhan memberikan kesempatan, bukan tidak mungkin Juanito memilih untuk lahir dari rahim seorang ibu yang memiliki suami dan agama serta Tuhan yang dipercayainya.Namun meskipun begitu, tak pernah sedikitpun Juanito merasa menyesal memiliki ibu seperti mamanya. Bagi Juanito Mama adalah superhero baginya. Mamalah yang mengajarkannya untuk tetap hidup tampa harus di bawah belas lasihan orang lain. Mama pula yang mengajarkannya makna kerja keras. Dan banyak hal lain yang diajarkan mama kepadanya. Cuman satu yang mama tidak ajarkan, Tuhan.

Yah, Juanito Ibarra de la Cruz. Begitu ibunya memberinya nama. Meski Terlahir di Amerika 17 tahun yang lalu, namun ternyata tidak menjadikan orang tua Juanito lupa akan nama di tanah leluhurnya. Dan nama berbau spanyol itulah yang kemudian dipakainya hingga sekarang.

Ibunya memang asli Spanyol. Kehadirannya di Amerika semata-mata karena mengitu Darren, pria kaya yang saat itu menjadi kekasihnya, dan seharusnya menjadi ayah bagi Juanito. 

Sayang, takdir berkata lain. Darren tidak menginginkan kehadiran si buah hati. Aborsi atau mereka berpisah. Begitu pilihan yang diberikan kepada Isabel saat itu. Dan sebagai wanita, jiwa keibuan menuntunnya untuk memilih Juanito ketimbang bersama Darren.

***

Juanito masih saja terus melamun memikirkan kehidupannnya. Terlalu berat beban hidup yang tidak seharusnya dibebankan untuk dirinya, apalagi menyangkut ketuhanan. Hal yang seharusnya ia miliki. Dimana dia harus berdoa dan mengadu saat dia menemukan banyak masalah yang harus dihadapinya? 

Pikirannya masih saja terus melayang. Kembali diingatnya bagaimana David berkunjung ke gereja saat dirinya ingin beribadah kepada Tuhan. Hal yang sama dilakukan Ahmed yang kemudian mengunjungi mesjid. Serta temen-temnnya yang lain yang mengunjungi rumah ibadahnya masing-masing. Cuman dirinya yang tidak memiliki tempat ibadah.

Keasyikan melamun, tanpa disadarinya, seorang wanita berpakaian aneh duduk di kursi yang sama dengannya. Terlihat jelas kalo wanita itu sengaja mengambil jarak duduk darinya. Saat tersadar, Juanito hanya terdiam tanpa menyapa. Dia pernah melihat wanita ini. Siswa disekolah yang sama dengannya, meski di kelas yang berbeda. Satu yang pasti, wanita ini muslimah. Kerudungnya menjadikannya lain di Amerika.

Saking lelahnya Junito lalu tertidur pulas di taman itu. Tak dihiraukannya wanita sebaya yang duduk membaca di sampingnya. Dalam tidurnya ia bermimpi. Suara yang samar-samar menuntunya ke suatu tempat. 

Dan saat dirinya terbangun, mimpi itu begitu terasa dalam ingatanya .Begitu pula dengan suara itu. Tapi entah dimana dia mendengarnya. Disampingnya, gadis berkerudung itu telah pergi. Tapi tunggu dulu, buku yang tadi dibaca gadis itu tertinggal disampingnya. Diatasnya sebuah kertas berisi catatan bertuliskan:

”Take this Qur’an for you. May God gives you guidance to the light”

Dan sadarlah dirinya kalo kemudian buku ini sengaja ditinggalkan untuknya. Entah kenapa, kata hatinya memaksa untuk mengambil buku itu.

***

Hampir seminggu Juanito membaca buku tersebut. Tulisannya yang berbahasa Arab tentu membuatnya kelimpungan. Untung saja ada arti di dalamnya. Dan satu hal yang membuatnya begitu tertarik, ada hal yang menceritakan tentang keesaan Tuhan di sana.
Hingga pada suatu siang, sepulang dari sekolah. Dilihatnya wanita aneh berkerudung yang menitipkannya buku tersebut. Bermaksud mengembalikan buku itu, Juanito membuntutinya hingga pada suatu tempat berasitektur Timur tengah dengan kubah diatasnya. Dan aha, suara itu... yah suara yang didengarnya saat tertidur. Ditemukannya di tempat ini. Juanito terkejut. Tetapi juga takjub.

”Hey, what are you doing here?” Sebuah suara kemudian menegurnya. Dia berbalik, Dan wanita berkerudung tepat berada di depannya. Sesaat Juanito tekesima. Ternyata, wanita ini manis juga.

”Ehh, I am so sorry. Aku sengaja mengikutimu. Aku ingin mengembalikan buku ini” Jawabnya seraya mengeluarkan buku itu dari tasnya.

Sang wanita tersenyum mendengarnya. ”No thanks, this is yours. Oya, satu hal lagi, ini bukan buku. Kami menyebutnya al-Qur’an.”

Juanito mengangguk. ”What about that voice?” Tanyanya kemudian.

”Kalo suara itu namanya Azan. Kamu akan selalu mendengarkannya setiap muslim seperti kami akan beribadah. Itu panggilan untuk menunaikan shalat.”

Sekali lagi Juanito mengangguk. Tapi sejujurnya dia bingung. ”That voice appears in my dream” Serunya kemudian, seakan ingin menumpahkan segala perasaan kebingungan dan keganjilan yang dialaminya selama ini.

Giliran wanita berkerudung yang terkejut. Juanito seorang atheis yang tak beragama. Tapi ada azan dalam tidurnya. Dirinya sendiri yang Islam sejak kecilnya, tak pernah mendegarkan azan dalam tidurnya. Ini pastilah sebuah pertanda.

”It’s incredible”. Mari, kupertemukan kau dengan seseorang” Ujarya kemudian seraya mengajak Juanito memasuki mesjid berasitektur Timur Tengah itu

***

Sudah hampir lima bulan sejak pertemuan Juanito dengan wanita berkerudung. Namanya Azma, wanita keturunan Iran yang telah lama menetap di Amerika. Azma yang kemudian mengajaknya bertemu seorang Uztadz. Dan sejak saat itulah Juanito mempelajari Islam. 

Dan sebulan sejak pertemuan itu, Juanito dengan mantap memeluk Islam sebagai agamanya. Dan disinilah akhirnya dia menemukan Tuahn. Meski tidak melihat-Nya. Namun banyak hal yang kemudian menjadikannya begitu percaya akan Tuhannya.

Banyak yang kemudian berubah dalam kehidupan Juanito. Tak ada lagi alkohol, dan pesta hura-hura sambil merokok marijuana dengan teman-teman Meksikonya seperti dahulu kala. Bahkan untuk ulang tahunnya sendiri, Juanito tidak merayakannya seperti dulu lagi, apalagi hari itu bersamaan dengan bulan Ramadhan. Dia berpuasa.

Mama sendiri tidak melarang anaknya memilih Islam. Bagi mama, jauanito telah tumbuh menjadi dewasa dan mampu membuat keputusannya sendiri. Apalagi hal ini terkait dengan masalah agama. Bukankah tidak ada paksaan dalam beragama?.

Senin, 08 Desember 2008

Forgetting TJ

Nola masih saja manyun. Mukanya yang sesungguhnya cantik itu tak terlihat seperti aslinya lagi. Kerutan gelisah, rindu, bercampur jengkel jelas terlihat dari wajah nya yang putih itu. Semua karena TJ.

Yah, Ini semua karena TJ. Pacarnya yang tinggal di bumi Barrack Obama sana, USA. Sudah hamper sebulan ini tak ada lagi kabar dari TJ. Baik melalui Hp maupun e-mail yang diberikannya. Serasa semuanya hambar karena tak ada teman berbagi. Apalagi pacar sebagai sandaran hati.

Salah sendiri, Nola sendiri yang memutuskan untuk berpacaran dengan TJ. Meski dia tahu kalo nantinya TJ bakalan balik ke Amrik. Dan Long Distance Relationship pasti bakalan dijalaninya. Namun cinta telah membutakannya. Bahkan, saking tergila-gilanya dengan TJ saat itu, Ga tanggung-tanggung, bahkan Nola yang duluan nembak TJ.

Semuanya bermula saat Nola ke Fort Rotterdam. Sudah menjadi ritual mingguan Nola buat ke Benteng tiap hari Ahad. Alasannya, di sana dia bisa belajar speaking Bahasa Inggris di salah klub meeting. Ditambah lagi, kesempatan buat kecengin cowo bule terbuka lebar. Bukankah tiap minggunya banyak bule yang ke Fort Rotterdam.

Dengan jeans biru yang dibelinya beberapa minggu yang lalu, plus T-shirt putih yang cocoknya di pakai oleh adiknya, Nola berangkat ke Benteng. Tak lupa dia membawa kamera digital bokapnya yang diambil sembunyi-sembunyi dari lemari bokap.

Saat itulah Nola bertemu TJ. Cowok bule dengan badan tinggi semampai, rambut coklat, kulit putih disertai dengan warna bola mata kebiruan. Perfect. Apalagi saat TJ memperkenalkan namanya. “I’m Tracy Jordan. But you may call me TJ” Pikiran Nola melayang, “bahkan sampai namanya aja keren banget” Ujarnya dalam hati.

Dengan agak canggung Nola menyapanya. Setelah cas cis cus dari How do you do, sampai How long have you been here dengan TJ, tampa disangka TJ mengajaknya makan siang di suatu tempat. Tidak tanggung-tanggung, tempatnya di hotel berbintang. Terang aja Nola menerima permintaan tersebut. Makan di hotel??? Kapan lagi.

Dan segalanya tidak berhenti sampai disitu. TJ yang memang baru pertama kali ke Makassar, meminta Nola menjadi guidenya. Sudah barang tentu Nola menerima. Dan mulailah petualangannya bersama TJ menyusuri keindahan bumi Hasanuddin ini dimulai. Berkunjung ke Tanjung Bira, menyeberang ke Takabonerate, hingga bermalam di Tana Toraja. 

Nola merasakan hal terindah dalam hidupnya. Something that she never got it before. Dan kesemuanya dirasakan bersama TJ. Anehnya, entah kenapa, Nola justru merasa kalo TJ mencintainya.

Sayangnya, hingga 2 hari sebelum keberangkatan TJ kembali ke kampung halamnya, tak sekalipun TJ mengungkapkan perasaan cinta itukepada Nola. Dan tentu saja hal ini memaksa Nola untuk bertindak cepat. TJ must know that I love him. Begitu pikirnya.

Entah karena dibutakan cinta, atau karena kepincut dengan cowok bule, Nola tampa malu mengungkapkan rasa cintanya kepada TJ. So what

TJ hanya tersenyum mendengarnya. Ditariknya Nola kedalam dekapanya. Lalu dengan pelannya membisikan ke telinga Nola jawaban akan perkataanya. Yeah, I love you too Nola

Nola begitu kegirangan mendengarnya. Apalagi TJ mengucapkannya sambil mendekapnya. Hal romantic yang tak mungkin dilakukan cowok Indonesia. Begitu pikir Nola.

Semua terasa begitu indah saat itu, bahkan sangat Indah. TJ adalah pangeran, dan Nola lah sang puterinya. Serasa dunia hanya miliknya. Sesaat cinta membutakan Nola, entah kenapa, dia bahkan rela saat TJ mengajaknya tidur bersama di hotel. Sebuah kesalahan fatal tentunya.

***

Genap sudah 2 bulan tampa ada message dari TJ Lagi. Entah beberapa puluh kali Nola mencoba menghubunginya. Namun tak ada jawaban sekalipun. Baik melalui sms hingga e-mail. Bahkan, Nola beberapa kali mencoba menelpon ke Amrik, namun tetap saja TJ tidak mengangkat telepon tersebut.
Semuanya membuat hati Nola hancur. Apalagi jika dia mengingat kalo dia bahkan telah memberikan hal terpenting dalam hidupnya kepada TJ. Namun penyesalan tetaplah penyesalan. Bukan penyesalan lagi namanya kalau datangnya didepan. Satu hal yang membuat Nola sedikit lega, karena apa yang telah dilakukannya dengan TJ malam itu untungnya tidak membuatnya sampai hamil.

Entah apa jadinya kalo sampai dia hamil. Mungkinkah kedua orang tuanya bisa menerima hal tersebut??? Akankah TJ bertanggung jawab
??? atau haruskah dirinya membesarkan seorang anak berkulit putih, bermata biru dengan rambut cokelat tampa seorang suami??? Untunglah hal tersebut tak terjadi.

***
Hari minggu yang cerah, tepatnya 3 bulan tampa TJ tentunya. Nola kembali ke ritual mingguannya. Celana jeans, baju kaos kekecilan, plus kamera b okap yang diambil sembunyi-sembunyi, Nola kembali datang ke Fort Rotterdam. Learning English dan kacangin bule pastinya.

Bagaimana dengan TJ. Tracy Jordan, yang begitu membutakan mata Nola. Semuanya telah berlalu. Bagi Nola, semua memori indahnya itu telah dia kunci rapat di dalam hatinya. There is no TJ anymore. Dan mungkin inilah saat nya Nola mencari pengganti TJ. Setidaknya, seorang bule yang lebih mampu bertanggung jawab dan mampu menerimanya. Dan bersedia untuk sehidup semati dengannya.

TJ is my memory. No more TJ in my heart. It was erased by the wind of disappointed. And this is my great time for forgetting TJ.

***
Nun jauh disana, disalah satu area pemakaman di Amerika, tubuh TJ telah terbujur kaku. Diatas Nisannya tertulis dengan jelas namanya, Tracy Jordan.

Kematian menjemputnya 3 bulan yang lalu. Sebuah mobil menghantam badannya Sesaat setelah dirinya keluar dari sebuah toko dengan boneka Teddy Bear berwarna pink yang dibelinya untuk Nola.

Tak ada yang mengetahui alasannya membeli boneka itu.